Di hari ketiga trip biak, alhamdulillah cuaca sedang cerah. Niat untuk menyeberang ke Pulau Owi bisa kami laksanakan juga. Sebelumnya kami chek-out dan menitipkan barang-barang kami di resepsionis Hotel Nirmala, karena siangnya kami pindah ke Hotel Aerotel Irian yang letaknya berseberangan dengan Bandara Frans Kaisiepo. Dengan beberapa pertimbangan kami memilih menggunakan speed boat dari dermaga tip top untuk menyeberang ke Pulau Owi. Speed boat yang kami sewa untuk menyeberang berkapasitas sekitar 10 orang. Hasil nego, dengan harga sewa 1jt speed boat akan mengantarkan kami ke Pulau Owi pp dari pagi sampai tengah hari.
Dengan perjalanan sekitar 45 menit, speed boat kami berlabuh di pesisir bagian timur Pulau Owi. Dengan hamparan pasir putih dan jajaran pohon kelapa Pulau owi menyambut kami. Sayang di pantai itu tercemar oleh banyak sampah yang terbawa arus laut. Beberapa saat kemudian kami sudah mulai menjelajah Pulau Owi bersama dua bapak penduduk setempat yang dengan ramah membawa kami melihat landasan pesawat peninggalan Perang Dunia II. Meski telah dipenuhi dengan semak, namun jejak fisik landasan masih dapat dikenali dari jalur landasan yang rata dan beraspal. Di sekitar area landasan ini dapat dijumpai beberapa jenis anggrek tanah dan juga tanaman epifit sarang semut yang tampak tumbuh menempel pada dahan-dahan pohon. Dengan kondisi Pulau yang masih asri, perjalanan berkeliling kami diiringi oleh kicauan burung yang saling bersautan.
keringat dari treking melihat landasan kami hilangkan dengan berenang dan bersnorkeling di sekitar pantai tempat speed boat kami berlabuh. Segala peralatan untuk bersnorkeling harus kita bawa sendiri, karena tak ada penyewaan di sekitar Dermaga Tip-Top ataupun di Pulau Owi. Kondisi terumbu karang di pesisir Pulau Owi masih terpelihara baik, karena belum banyaknya pengunjung dan wisatawan yang datang. Saat matahari mulai terik kami meninggalkan Pulau Owi dan kembali ke Dermaga Tip-Top.
Setelah mengambil barang di Hotel Nirmala, kami menuju ke Aerotel dengan angkutan kota berwarna kuning dengan tarif 3rb/org. Kamar superior yang kami pakai dibanderol seharga 480rb/mlm. Dengan lokasi hotel yang tepat diseberang bandara, akan memudahkan mobilitas kami saat kembali ke Jayapura dengan jadwal penerbangan pukul 5.50 WIT esok harinya.
Dari Aerotel kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Bosnik dengan menggunakan angkutan kota. Setelah berganti dua angkutan kota yang berwarna kuning, perjalanan menuju Pantai Bosnik dilanjutkan dengan angkutan pedesaan berupa toyota hilux berwarna biru. Dengan angdes ini perjalanan ke Pantai Bosnik ditempuh hanya dalam 30 menit dengan tarif 5rb/org. Untuk masuk ke area Pantai Bosnik pengunjung tak dipungut biaya, biaya yang dikutip hanya untuk parkir kendaraan dan pengguna pondok-pondok yang berjajar di pinggir pantai. Selain penyewaan pondok di pantai ini juga ada penyewaan ban dalam untuk berenang di pantai yang ombaknya cukup tenang.
Meski angkutan pedesaan masih tersedia sampai pukul 9 malam, kami memilih kembali ke kota sekitar pukul 4 sore untuk mengejar jadwal Pesawat Merpati yang akan singgah transit di bandara. Kami bukan hendak ikut terbang dengan pesawat itu, tapi Andre dan Richard ingin spotting pesawat di bandara. Melalui jalan kecil yang tembus ke area bandara, kami mendekat ke landasan dengan berjalan kaki. Masih sedikitnya jadwal penerbangan dan adanya jalan tembus ke bandara, tak heran banyak terlihat warga sekitar yang berlalu-lalang dan beraktifitas di area landasan.
Kegiatan
berfoto-foto di area bandara ini menutup trip hari terakhir kami di
Biak. Kota yang rapi, tempat wisata yang cukup beragam, fasilitas yang
cukup lengkap dan warga yang ramah pastinya dapat menjadi daya tarik
bagi wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Biak, meski harga tiket pesawat
masih relatif mahal :(.