Theme Preview Rss

farewell


Sepertinya ini adalah foto momen-momen terakhir kami sedang menonton tv bersama di kontrakan. Dengan pindahnya aku dan Alvaz dari Jayapura, Bambang pun akhirnya memilih untuk kembali tinggal di kosan. Sampai jumpa housemate, semoga kehidupan baru yang lebih baik menanti kita semua.

 

Day #3 - Bangkok



Hari ketiga di bangkok diawali dengan perjalanan menggunakan BTS ke Stasiun Saphan Thaksin. Niat awal menggunakan MRT kami batalkan karena ternyata tak ada MRT ke arah selatan dari Stasiun Shukumvit yang transit di Sala Daeng. Meski kaki kami mulai capek karena perjalanan hari sebelumnya, tapi semangat dan olesan counterpain sebelum pergi tidur cukup membantu meredakannya. FYI harga Counterpain di Thailand jauh lebih murah dibanding di Indonesia, bahkan teman Dipho sampai request oleh-oleh Counterpain segede pasta gigi 200 ml karena harganya cuman 60 tbh. Saat kami sedang menikmati pemandangan gedung-gedung dari balik kaca BTS, terdengar suara mbak-mbak mesin yang berbunyi “ satani ton pai, satani saphan thaksin. Next station, saphan thaksin station” kami segera bergegas dari tempat duduk kami dan berdiri di dekat pintu keluar otomatis BTS. Stasiun Saphan Thaksin yang kami tuju ini merupakan akses untuk menggunakan transportasi di sungai Chao Praya.


Tepat di bawah Stasiun BTS Saphan Taksin terdapat Sathorn Pier yang biasa disebut dengan Central Pier karena semua jalur perahu di Sungai Chao Praya berhenti di dermaga ini. Sekitar 30 menit kami menunggu di Sathorn Pier sampai akhirnya perahu dengan bendera orange datang mendekat dari arah timur. Dengan perahu berbendera orange tersebut kami menuju daerah Rattanakosin untuk mengunjungi kompleks kuil seperti Wat Pho, Wat Arun dan juga Wat Phra Kew di dalam Kompleks Grand Palace. Perahu bendera orange kami pilih karena jalur orange ini berperahu lebih besar dan lebih cepat karena tak berhenti di setiap pier. Seperti saat menaiki bis dari bandara, dalam perahu ini juga ada seorang kondektur wanita yang membawa perlengkapan wajibnya, sebuah tabung tiket. Dari Sathorn Pier ke dermaga tujuan kami, Ta Tien Pier, dikenakan tariff 15 tbh. Ta Tien Pier adalah sebuah dermaga kecil di seberang Wat Arun, kami memilih berhenti di dermaga ini karena letaknya lebih dekat dengan Wat Pho yang menjadi tujuan awal kami. Selain Ta Tien Phier, dermaga yang umum dituju oleh para turis adalah Tha Chang Pier yang berlokasi lebih dekat dengan Kompleks Grand Palace, dan juga Pier Phorn Athit yang berlokasi di sekitar Khao San Road, yang dikenal sebagai daerah Backpackker.



Melalui jalanan kayu yang dibangun sedikit lebih tinggi untuk menghindari banjir Sungai Chao Praya, kami berjalan keluar dari Ta Tien Pier menuju Wat Pho. Kami melewati kios-kios penjual makanan dan cumi kering sepanjang perjalanan menuju Wat Pho. Kami tiba di Wat Pho sekitar pukul 8 pagi, masih cukup sepi meski loket karcis telah buka sejak pukul 7.30. Untuk masuk ke Wat Pho dikenakan tiket sebesar 100 tbh dan pengunjung dilarang menggunakan celana pendek atau pakaian yang tak berlengan. Bersama pengunjung lainnya kami menyaksikan ritual doa pagi dari para umat budha yang datang untuk beribadah, yang akhirnya membuatku penasaran dan ikut sok-sok-an berdoa dengan membakar lilin dan dupa serta menancapkan sekuntum bunga lotus di bejana di depan patung Budha. Kunjungan kami lanjutkan dengan memasuki sebuah bangunan kuil yang memiliki patung Sleeping Budha terbesar di Asia Tenggara. Sebelum masuk ke dalam kuil, setiap pengunjung diberi sebuah kantong kain untuk menyimpan alas kaki dan membawanya saat masuk melihat patung Sleeping Budha. Seperti biasa, kunjungan ke tempat semacam ini selain untuk melihat keindahannya juga untuk berfoto-foto ria, dengan pengunjung yang mulai ramai kami pun antri untuk berfoto di depan patung Sleeping Budha.

Tak seperti kuil yang di dalamnya terdapat Sleeping Budha, kuil-kuil lain yang ternyata banyak jumlahnya di dalam kompleks Wat Pho, jauh terlihat lebih sepi, karena pengunjung enggan mengeksplorasinya. Yang menarik dari Wat Pho dan kuil-kuil lainnya adalah relief-relief stupa yang dibuat dari susunan pecahan keramik berwarna-warni serta balutan warna emas pada patung-patung budha dan bangunan-bangunan kuilnya. Selain bangunan kuil yang memiliki patung budha yang berbeda antara satu dan lainnya, di dalam Wat Pho juga terdapat semacam sekolah dan asrama bagi para biksu, yang pada saat kami berkunjung tak banyak kami temui.

Selesai mengitari Wat Pho, kami kembali berjalan ke arah pasar yang kami lewati dalam perjalanan dari Ta Tien Pier. Kami membeli sarapan di sebuah kios yang memasang logo bulan sabit yang berada tepat di gerbang jalanan kayu. Makanan yang aku pilih adalah Pad Thai, semacam kwetiaw khas Thailand, selain itu kios makanan muslim ini menyediakan juga nasi goreng, tom yum kung dan lain-lain. Seporsi Pad Thai dihargai 60 tbh dan nasi goreng seharga 50 tbh. Dari tempat sarapan, kami berjalan menyusuri jalan di seberang selatan tembok komplek Grand Palace yang letaknya berseberangan dengan Wat Pho. Di sepanjang jalan ini terdapat deretan penjual batu-batu permata dan liontin patung budha yang biasanya dipakai sebagai jimat. Sekitar sepuluh menit kami berjalan sampai akhirnya kami menjumpai keriuhan para turis yang mengantri masuk di depan gerbang Grand Palace. Sebelum mengantri untuk membeli tiket, di sekitar pintu gerbang terdapat petugas yang memastikan pengunjung yang datang mengenakan pakaian yang sopan, yakni tidak memakai celana pendek dan pakaian tanpa lengan. Petugas akan melarang pengunjung yang tidak memakai pakaian yang sesuai dan menyarankan mereka untuk menutupi diri mereka dengan kain yang disediakan oleh pengelola (entah gratis atau sewa). Tiket Grand Palace bagi wisatawan asing sebesar 200 tbh, tiket ini termasuk tiket Vimanmek Museum, sebuah komplek rumah tinggal raja yang terbuat dari kayu jati yang berlokasi di daerah Dusit.

Bangunan pertama yang dapat dinikmati setelah melewati pintu pemeriksaan tiket adalah Wat Phra Kew, komplek kuil istana yang pada bangunan kuil utamanya terdapat sebuah patung Emerald Budha. Kami sempat berfoto di berbagai tempat di seputar Wat Phra Kew sebelum akhirnya memilih untuk duduk-duduk di gazebo untuk menghindari teriknya sengatan matahari. Di kuil utama pengunjung dizinkan masuk baik untuk beribadah ataupun sekedar untuk mengagumi keindahan arsitektur kuil yang megah, penuh dengan ukiran dan didominasi dengan warna emas dan merah. Karena dilarang untuk berfoto di dalam kuil, maka untuk mendapatkan foto patung Emerald Budha, pengunjung dapat memotretnya dari luar ruangan. Ramainya pengunjung membuka kesempatan bagi para pencopet untuk beraksi di tempat ini, meski telah banyak papan peringatan agar para pengunjung berhati-hati dan menjaga barang-barang berharganya, masih saja kami jumpai seorang turis jepang yang kebingungan melapor ke petugas karena dompetnya hilang.

Saat keluar dari komplek kuil, sebuah kios minuman kaleng telah menyambut para pengunjung, dengan cuaca yang begitu terik, minuman kaleng dingin seharga 25 tbh dengan berbagai rasa khas Thailand seperti pome, krisantemum, dan entah buah apa, laris diserbu para pengunjung. Di Grand Palace kami hanya bisa melihat kemegahan bangunannya dari luar karena kami datang di waktu yang kurang tepat, menurut penjelasan seorang guide, saat weekend pengunjung tak diperbolehkan masuk untuk melihat isi ruangan Grand Palace. Meski begitu kami cukup puas hanya dengan berfoto di depan gedung Grand Palace dan foto bersama dengan penjaga istana yang tampak diam mematung bak penjaga Iitana Inggris. Sebelum pintu keluar masih terdapat sebuah kuil, museum tentang Grand Palace dan museum tentang Ratu Sirikit, tapi karena kami cukup capek, kami tak sempatkan mengunjungi tempat-tempat tersebut.

Seperti yang telah kami tahu dari tv ataupun artikel yang kami baca, disekitar Grand Palace terdapat banyak modus kejahatan oleh para warga lokal. Mulai dari tuk-tuk yang pura- pura menawarkan harga murah untuk mengunjungi kuil-kuil lainnya di Bangkok, pencopet, guide yang menawarkan trip khusus dalam Grand Palace ataupun para penjual makanan burung yang memaksa pengunjung taman untuk membeli dagangannya. Untungnya, selama di Grand Palace kami tak sampai jadi korban kejahatan, meski kami telah melihat beberapa turis yang menjadi sasaran kejahatan dari warga lokal. Dari grand palace kami berencana melanjutkan perjalan kami ke Khao San Road, daerah yang terkenal sebagai pusat backpacker di Bangkok. Kami sengaja tak menggunakan tuk-tuk yang banyak parkir di sekitar taman di seberang Grand Palace, karena kami takut menjadi korban scam. Kami berjalan menyusuri taman ke arah sebuah tugu yang ada di tengah pertigaan jalan, dan menunggu tuk-tuk yang lewat di situ. Sebelumnya kami telah bertanya kepada seorang petugas polisi tentang harga sewa tuk-tuk dari grand palace ke Khao San Road, yaitu sekitar 40 tbh, jadi saat kami mendapat sebuah tuk-tuk, kami telah memiliki patokan harga untuk menawar.

Khao San Road sebenarnya cukup dekat dengan Grand Palace, itulah sebabnya daerah ini menjadi pusat backpacker, karena Grand Palace dan objek wisata disekitarnya dapat dengan mudah dicapai dengan berjalan kaki. Di sepanjang Khao San Road tampak dipenuhi dengan penginapan, tempat makan dan penjual pakaian serta berbagai kebutuhan turis yang kebanyakan didominasi oleh turis-turis bule. Meski barang jualan yang ditawarkan relative sejenis dengan Chatuchak Market, namun harga di Khaosan Road cenderung lebih mahal, dan para penjualnya sedikit kurang ramah. Karena tak menemukan tempat makan yang pas dengan keinginan kami, akhirnya pilihan makan siang kami jatuh pada KFC yang berada di ujung jalan Khao San. Harga makanan di KFC jauh lebih murah daripada KFC Indonesia, tetapi mereka tak menyediakan nasi dalam pilihan paketnya. Dua ayam, satu french-fries regular dan satu cola besar cuma dihargai 105 tbh, atau sekitar 32 rb rupiah, sayangnya rasa saos yang mereka sediakan cenderung manis tak seperti KFC Indonesia. Yang unik dari KFC Thailand adalah para pengunjung biasa makan menggunakan sendok dan garpu, tak seperti kami yang langsung makan dengan tangan, untungnya terdapat serombongan turis Indonesia yang makan di situ, jadi kami tak merasa menjadi paling aneh.

Dari Khao San Road kami berjalan menuju Phorn Athit Pier yang dapat dicapai sekitar 10 menit berjalan kaki. Dari pier ini kami kembali menggunakan perahu bendera orange menuju Tha Tien Pier, kali ini untuk menyeberang menuju Wat Arun. Wat Arun yang berada di seberang Tha Tien Pier dapat dicapai dengan menggunakan fery bertarif 5 tbh yang dermaganya berada di samping dermaga perahu. Berbeda dengan saat naik perahu, tiket ferry dibayar di loket yang berada di dalam pasar, bukan di atas ferry. Wat Arun dikenal sebagai kuil senja, karena dari puncak menaranya pengunjung dapat menikmati pemandangan kota Bangkok saat senja. Tak dikenakan tarif untuk mengunjungi komplek Wat Arun, tetapi untuk dapat naik ke puncak menara pengunjung harus membayar tiket sebesar 50 tbh. Meski menara Wat Arun tampak tinggi menjulang, pendakian menuju puncaknya tak secapek yang dibayangkan, tapi tangga yang sempit dan curam menjadi tantangan tersendiri bagiku yang sedikit takut dengan ketinggian. Menjelang maghrib kami kembali menyeberang ke Tha Tien Pier dan kemudian menggunakan perahu bendera orange menuju Sathorn Pier.

Sebelum pulang ke penginapan kami di Shukumvit, kami mampir di Siam Paragon untuk Sholat dan makan di foodcourt lantai 5 MBK. Menu makan malam yang aku pesan dari stall vegetarian adalah nasi dengan lauk sayuran dan semacam pilus dengan harga 45 tbh. Selama dua hari setengah ini semua objek wisata di Bangkok yang menjadi tujuan kami telah kami kunjungi, jadi esok hari kami hanya punya jadwal untuk menuju bandara Don Muaeng untuk melanjutkan perjalanan kami ke tempat lainnya. Meski belum sempat menengok hebohnya dunia malam patpong, uniknya Chinatown dan pasar terapung, tapi perjalanan di Bangkok ini cukup memuaskan dan diluar ekspektasi.




 

Day #2 - Bangkok


Hari kedua di Bangkok langsung diawali dengan perjalanan menuju chatucak weekend market atau biasa disebut dengan JJ market. Dari Shukumvit selain dengan menggunakan Sky Train, cara termudah lain untuk menuju Chatuchak adalah dengan MRT, karena stasiun BTS Asoke merupakan interchange dengan stasiun MRT Shukumvit . Sedikit berbeda dengan Sky Train, MRT tidak menggunakan tiket, tapi menggunakan token untuk akses masuk ke jalur kereta. Untuk menuju JJ market, jika menggunakan sky train maka stasiun yang dituju adalah Mo Chit, sedangkan jika menggunakan MRT stasiun paling dekat adalah Kamphaeng pet (bukan chatuchak), yang pintu keluarnya berada tepat di bagian tepi pasar. Tarif MRT dari stasiun Shukumvit menuju Stasiun Kamphaeng Pet sebesar 36 thb, mungkin karena jalur MRT lewat bawah tanah dan tidak melewati tempat-tempat penting di pusat kota, tarif MRT sedikit lebih murah disbanding dengan Sky Train.


Karena terlalu bersemangat pada pukul 08.00 GMT+7 kami sudah berada di JJ market. Niatan untuk memulai hari dengan sarapan di JJ market harus kami tunda, karena memang sebagian besar kios di pasar ini belum buka. Suasana yang masih sepi kami manfaatkan untuk mengelilingi pasar yang katanya memiliki ratusan kios ini. Dari hasil berkeliling kami menentukan barang apa dan area mana yang harus kami tuju berikutnya saat kios-kios telah mulai buka. Barang yang dijual di JJ market beraneka ragam, layaknya weekend market lainnya, mulai dari pakaian, fashion item, pernak-pernik hiasan rumah, souvenir khas Thailand, makanan, tanaman hias, dan juga hewan peliharaan. Untuk mempermudah pencarian, kami menggunakan patokan clock tower yang berada di tengah pasar, karena di sekitar menara itu juga terpampang peta pasar. Sekitar pukul 10.00 GMT+7 pasar telah mulai riuh, karena kios-kios telah mulai buka dan pengunjung mulai ramai berdatangan.



Area tujuan pertama kami adalah area fashion gaul yang berada di bagian pinggir pasar sekitar exit 2 dan 3. Area ini didominasi oleh kios semacam distro mini yang menjual berbagai pakaian dengan label dan gaya yang berbeda tiap kiosnya. Kalau soal harga, dengan kualitas yang sama, harga fashion item di JJ market jauh lebih murah daripada di bandung ataupun Jakarta. T-shirt dijual dengan harga sekitar 200an tbh, dan celana pendek chino dengan berbagai model, warna dan bahan dibanderol sekitar 350 tbh, itupun sebagian masih bisa ditawar. Sebelum menuju area berikutnya kami mampir makan di warung yang memajang lambang bulan bintang sebagai tanda bahwa warung tersebut menyediakan makanan halal. Seorang ibu-ibu dengan dandanan ala bisnis women Madura (berkerudung dan menor) tampak sebagai pengelola warung makan tersebut. Makanan yang disediakan warung di sektor 17 ini antara lain nasi goreng, pat thai, tom yum, nasi briyani, papaya salad, nasi campur dll. Nasi briyani dan es thai tea yang aku makan dihargai sebesar 110 thb, sedangkan tom yum seafood dan ice thai tea yang dipho makan dihargai 200an thb, cukup pricy dan diluar budget :D. Sebenarnya di area sekitar Chatuchak Plaza ada bagian kios makanan halal, tapi sampai kami selesai mengelilingi pasar belum banyak penjual yang sudah siap dengan dagangannya.


Kelar dengan brunch kami, Area berikutnya yang dituju adalah bagian timur laut clock tower yang terdapat banyak kios penjual souvenir khas Thailand. Selain souvenir Thailand, di area ini juga terdapat banyak penjual souvenir yang biasa dipakai untuk pernikahan dan juga kios-kios penjual hewan peliharaan. Setelah berkeliling membanding-bandingkan harga, akhirnya kami memilih untuk membeli beberapa souvenir di kios yang penjualnya bapak-bapak yang menyapa kami dengan bahasa Indonesia, pun harga yang dia tawarkan jauh lebih murah dari yang lain karena barang jualannya boleh ditawar (dengan bahasa Indonesia). Harga souvenir di jj market berkisar dari 100 thb utk 4 magnet kulkas, atau 4 dompet koin, atau 2 cermin bulat, atau 3 dompet besar. Tak terasa kami sudah beredar di JJ market selama sekitar 5 jam, pantesan kaki sudah mulai berasa cenut-cenut, dan tentengan sudah bertambah jadi kami memutuskan untuk mengakhiri penjelajahan di JJ market dan melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan lainnya melalui stasiun BTS Mo Chit yang berada di seberang Chatuchak Park.


Dari Stasiun Mo Chit kami menggunakan Sky train menuju Stasiun Nasional Stadium dengan berganti kereta di Stasiun Siam. Tujuan kami adalah mengunjungi Jim Thompson House Museum yang berada tak jauh dari Stasiun National Stadium. Jim Thompson House Museum merupakan komplek rumah pribadi Jim Thompson, seorang pengusaha sutra Thailand yang juga seorang agen CIA. Meskipun bertiket 100 tbh, tempat ini layak untuk dikunjungi saat main ke Bangkok, karena dengan membayar tiket tersebut seorang pemandu akan membawa rombongan pengunjung untuk berkeliling komplek rumah dengan arsitektur khas Thailand. Komplek Jim Thompson House ini terdiri dari beberapa rumah kayu khas dari beberapa wilayah di Thailand. Saat tur berlangsung pemandu akan mengajak pengunjung masuk dan melihat ruangan-ruangan di dalam rumah utama dan menjelaskan fungsi tiap bagian beserta keunikan tiap-tiap furniture dan benda seni yang ada di dalamnya. Sayangnya selama mengikuti tur pesngunjung dilarang mengambil foto, padahal koleksi benda-benda seni dan interior rumah-rumah ini sangat menarik.


Saat hari telah beranjak sore, kami melipir ke Mall Siam Discovery yang ternyata jaraknya tak sejauh yang kami kira. Cukup dengan menyeberang melalui jembatan penghubung antara Stasiun National Stadium maka kami sudah berada di Mall yang ternyata berseberangan juga dengan Mall MBK. Selain untuk mengunjungi Madame Tussauds, tujuan kami mampir ke Siam Discovery adalah untuk mencari tempat sholat, namun sayang di Mall besar ini tak terdapat Prayer Room untuk muslim. Oleh petugas informasi kami disarankan untuk menuju Mall Siam Paragon yang letaknya tak jauh dari situ, cukup dengan berjalan kaki sekitar 200 meter melewati areal parkir, jika malas jalan, terdapat shuttle car yang mengantar jemput pengunjung Siam Discovery dan Siam Paragon. Prayer room di Siam Paragon terletak di lantai paling bawah, selantai di bawah supermarket. Berkat bantuan dari seorang mbak-mbak warga lokal yang baik hati kami berhasil menerjemahkan arahan dari ibu-ibu security dan menemukan Prayer Room tersebut. Di luar Prayer Room berjaga seorang satpam yang mewajibkan setiap pengunjung untuk mengisi buku kunjungan. Meski tampak jarang dikunjungi, tapi prayer room di Siam Paragon ini cukup bersih dan terawat. Selesai menunaikan kewajiban, kami kembali menuju Siam Discovery untuk mengunjungi patung-patung tokoh-tokoh idola kami.


Tiket Madame Tussauds sudah kami beli secara online sejak 3 minggu sebelumnya dengan harga 640 thb, diskon 20% dari harga normal. Jika membeli sebulan sebelum kunjungan tersedia tiket early visit dengan diskon 50% namun dengan waktu kunjungan sebelum pukul 10 siang. Saat kami masuk ke Madame Tussauds pengunjung di dalam masih cukup sepi, jadi kami masih bisa berfoto-foto dengan sesuka hati, namun sekitar 15 menit kemudian mulai muncul pengunjung lain yang membuat kami harus antri untuk berfoto. Selain para tokoh pemimpin dunia dan selebritis, di Madame Tussauds juga dipajang patung lilin tokoh-tokoh di bidang seni, olahraga bahkan tokoh kartun macam Doraemon. Pada venue-venue khusus seperti venue Presiden Obama, Johnny Depp dan Tom Cruise terdapat seorang petugas foto yang akan mengambil foto pengunjung di venue tersebut dan memberikan secarik kertas untuk ditukar dengan hasil cetak foto di Gift Shop pada bagian akhir kunjungan. Yang disayangkan dari Madam Tussauds adalah tak tersedianya penitipan barang, jadi kami harus menenteng barang belanjaan kami dari JJ market dan sedikit ribet saat akan berfoto. Tapi bisa dibilang mengunjungi madam tussaud cukup menyenangkan, lebih dari yang aku harapkan meski kami tak dapat berfoto dengan Beyonce yang hari itu tak dipajang.

Dari lantai 2 Siam Discovery kami menyusuri jembatan penghubung menuju Mall MBK di seberangnya untuk mencari makan malam di foodcourtnya. MBK merupakan salah satu mall yang telah berdiri lama di Bangkok, mirip dengan Lucky Plaza di Singapura, mall ini memiliki banyak stan yang menjual barang dan souvenir khas Bangkok. Di foodcourt lantai 5 terdapat 3 stan yang menjual makanan halal, yaitu penjual makanan ala Thailand Selatan, makanan timur tengah dan makanan vegetarian. Sistem pembelian di foodcourt ini dengan system voucher, pengunjung datang menukarkan uang dengan voucher di konter penukaran voucher dan menggunakannya sebagai alat pembayaran saat membeli makanan. Sisa voucher yang tidak digunakan dapat diuangkan kembali di konter refund. Malam itu menu makanan yang aku beli adalah nasi briyani dengan lauk ayam dengan harga 45 thb. Selesai makan malam kami berkeliling sebentar di dalam mall lalu kembali keluar mall melalui jembatan yang sama menuju stasiun BTS National Stadium untuk pulang ke hotel. Hari yang cukup melelahkan tapi memuaskan, sampai jumpa JJ Market, tunggu kami datang kembali tahun depan.

 

 

Day #1 – Bangkok


Sawadee Kaaaaap

Perjalanan hore-horeku kali ini mengambil destinasi di dua negara, Thailand dan Malaysia. Selama sekitar 8 hari aku dan temenku, dipho, bakalan menghabiskan waktu di Bangkok, Phuket, Phi Phi, Krabi dan Penang. Selama itu otomatis kami akan berpindah-pindah penginapan dan menggunakan berbagai angkutan transportasi. Dan mulai dari tulisan ini, aku akan membuat catatan atas perjalanan kami (kalo gak males :p). 

Pesawat air asia dari Surabaya yang kami tumpangi mendarat di Bandara Don Muaeng Bangkok sekitar pukul 19.00 (GMT+7) setelah menempuh penerbangan sekitar 4 jam. Saat kami membeli tiket pada Februari lalu, kami masih dijadwalkan untuk mendarat di Bandara Swarnabhumi, tapi sejak awal Oktober air asia memindahkan sebagian penerbangannya ke Don Muaeng, jadi kami tak bisa merasakan mendarat di Bandara Swarnabhumi yg katanya jauh lebih megah dari Bandara Soekarna Hatta. Meski Don Muaeng merupakan bandara lama, namun kondisinya masih cukup ok dan akses untuk menuju pusat kota Bangkok pun masih cukup mudah. Karena kami hanya membawa uang bath denggan nominal 1000-an, makasebelum keluar bandara kami memecahnya dengan membeli makanan di stall makanan di dekat escalator menuju area keberangkatan. Saat kami berada di Don Muaeng kali berikutnya, ternyata di area keberangkatan- lantai 2, terdapat lebih banyak kios-kios penjual makanan dan 7/11.


Untuk menuju pusat kota Bangkok, dari Don Muaeng terdapat beberapa alternativ, selain taxi ada pula kereta dan bis. Taxi menuju kota dipatok harga sekitar 300 tbh, itupun masih ditambah dengan antrian yang panjang untuk menunggu taxi, karena bis menawarkan tarif termurah, tentu kami lebih memilih menggunkan bis. Bis menuju kota bisa ditunggu di halte di jalan raya di luar bandara. Cukup dengan mengikuti petunjuk menuju bus terminal, kemudian berjalan menuju jalan raya di luar bandara maka akan terlihat halte untuk menunggu bis dengan berbagai jurusan. Karena kurang yakin kami bertanya pada seorang bapak-bapak berseragam yang meski dengan bahasa inggris patah-patah dia memberi tahu dengan ramah di mana kami bisa menunggu bis dan sekaligus menunjukkan nomor bis untuk menuju kota. Tak berapa lama menunggu kami pun telah berada di dalam bis nomor 29 yang entah menuju mana karena tulisan di luarnya keriting. Seorang ibu-ibu kondektur dengan tabung kecrekan menghampiri kami, dengan bahasa isyarat dia menanyakan tujuan dan menunjukkan tarif yang harus kami bayar. Kami turun di Stasiun sky train (BTS) Mo Chit dengan tarif sebesar 16 thb. Sebagai bukti pembayaran kami menerima selembar kertas tiket dari kondektur, dan harus kami simpan untuk kemudian dicek oleh seorang petugas. Lama perjalanan dari Don Muaeng munuju Mo Chit sekitar 30 menit.


Dari Mo Chit kami berganti transportasi menggunakan Sky Train menuju daerah Shukumvit. Sebelum memencet-mencet mesin penjual tiket sky train, kami menukarkan uang kami menjadi pecahan 10 thb pada petugas di konter penukaran uang di seberang mesin. Tarif dari bts mo chit ke asoke (shukumvit) yg tertera gambar di samping mesin adalah sebesar 40 thb. Setelah memencet tombol sesuai dengan tariff tempat tujuan, memasukkan koin sesuai tariff, maka keluarlah sebuah kartu yg dipakai untuk masuk dan keluar gate. Tak sampai 5 menit, sky train yg akan mengantar kami menuju Shukumvit telah datang. Saat kami tiba di stasiun Asoke di Shukumvit 20 menit kemudian, kami sedikit bingung mencari exit terdekat dengan penginapan kami, tune hotel. Saat kami bertanya pada seorang ibu warga lokal, yang ternyata seorang ekspat jepang, dengan ramahnya dia langsung membuka google map di gadgetnya dan mengantarkan kami sampai di pintu keluar stasiun untuk menuju hotel. Keramahan dan kebaikan warga Thailand yang kami jumpai malam itu sungguh berkesan. Tune hotel ashoke yang kami tinggali selama di Bangkok terletak tak jauh dari stasiun BTS dan MRT, hanya sekitar 200 m, sehingga mempermudah akses kami selama di Bangkok.


Karena belum makan malam, setelah selesai check in dan menaruh barang di kamar kami berjalan kembali ke arah stasiun BTS dan mencari makanan halal di sekitar situ. Akhirnya kami menemukan kedai mie rebus ayam di depan 7/11 (tanpa tempat nongkrong alay) di jalanan samping Hotel Westin. Meski tak memajang tulisan halal, namun sang penjual memastikan kalau makanan yg dijualnya bebas babi. Mie rebus ayam yang dijual seharga 45 thb mirip dengan kwetiau rebus dengan ekstra kecap asin dan daun ketumbar yg beraroma kuat dan asam. Meski harga makanan di Thailand cukup murah, namun air minum cukup mahal, harga air mineral 750ml dijual seharga 7 thb dan 14 thb untuk yg 1,5 l. Selesai makan malam dan belanja di 7/11, kami kembali ke hotel untuk menyiapkan kondisi untuk menjelajah chatuchak weekend market esok hari.

Sawadee Kaaap (bisanya cuman ini doing :P)

 

let the holiday begin

Akhirnya, planning yang udah dibikin dari februari lalu bakalan dieksekusi hari ini. Gara-gara racun dari temenku akhirnya aku mau juga diajak pergi ke Thailand dan Penang. Selamat datang Holiday!

4 tahun

Kemarin lusa, tanggal 5 November 2012 tepat sudah empat tahun aku tinggal di Jayapura.
Hari ini karena baru inget dan sempet, aku repost aja foto pertamaku di Jayapura, karena emang cuman satu ini aja foto pas pertama landingnya.






Idhul Adha ke 4


Hari ini tahun ke-4 aku sholat idhul adha di Jayapura. Masih di lapangan Brimob Abepura, masih bareng dengan orang-orang yang susah diatur shafnya sama panitia, tapi sekarang udah ada kemajuan, udah mau ngeberesin koran-koran bekasnya :) .

Tahun ini sarapannya rada beda sama kebiasaan tiga tahun sebelumnya. Biasanya setelah sholat ied langsunglah kami meluncur menuju warung medan buat beli lontong sayur berlauk rendang. Kali ini kami meluncur ke rumah senior kantor untuk dijamu sarapan ketupat sayur lengkap dengan rendang. Ehm, semoga ini tahun terakhir lah ya sholat ied di Jayapura-nya :p

Selamat Idhul Adha temen-temen semua!



 

paket lain



Dua barang di atas seharusnya sudah aku terima bulan Februari lalu, tapi baru kemarin siang kedua barang ini sampai padaku. Siang kemarin aku pergi ke Kantor Pos untuk mengecek paket kiriman untukku yang menurut hasil tracking di web pos telah berada di Kantor Pos Jayapura. Meski benar telah sampai di Kantor Pos Jayapura, tapi paketku yang dikirim dari UK belum bisa aku ambil karena belum diperiksa oleh pihak bea cukai.

Saat aku hendak pergi sang pegawai pos teringat ada sebuah paket lain untukku, yang ternyata sudah tersimpan di lemari Kantor Pos untuk sekian lama, sampai berdebu pun kardusnya. Aku sedikit heran, aku tak mengharapkan kedatangan paket lain, tapi ternyata benar tertera namaku di paket itu. Setelah dibuka, ternyata berisi tas dan sebuah kaos, dua buah barang yang aku beli secara online di bulan Februari lalu. Bukannya aku lupa, tapi untuk kedua barang ini aku telah meminta ganti rugi pada pihak penjualnya, karena kiriman barang yang tak kunjung datang aku meminta pengembalian pembayaran yang telah aku lakukan. Dan pihak penjualpun telah beritikad baik dengan mengembalikan secara penuh pembayaranku. Ternyata kejadian ini tak hanya menimpaku, kemarin aku juga dititipin sebuah paket milik teman sekantorku, yang ternyata juga mengalami kejadian yang sama, pembayarannya telah direfund oleh si penjual.

Jadi, boleh gak kalau kedua barang ini aku anggap pemberian gratis saja? sedikit males aku buat bayar lagi, karena setelah datang, kedua barang inipun sedikit tak seperti yang aku harapkan.


gulai cumi


Menu minggu siang ini rada-rada serem, gulai cumi pake isi sosis. Resep awalnya dari gulai cumi isi tahu, tapi karena tahu di kulkas ternyata habis, dan adanya sosis, ya aku ganti aja isinya pake sosis yg diancurin dicampur sama telur, irisan wortel, irisan daun bawang, garam dan merica.

Bukannya aku berhenti program food combining, cuman kalo weekend pengennya rada dilonggarin aja menunya. Makan cuminya masih pake nasi cokelat kok, masih pake pendamping sayuran juga, meski cuman irisan kubis dan tomat. Emang serem sih kalo dipikir-pikir soal kolesterolnya, cumi ditambah santan, fiuh banget. Makanya aku coba imbangin dengan makan alpukat, diancurin terus ditambah madu.

Padahal seminggu kemaren ini emang lagi parah banget sih menu makannya. Gak bisa jaga menu makan siang karena seminggu kemaren ada kerjaan di luar kantor, jadi makan siangnya ikutan di luar juga. Semoga deh minggu depan ini udah bisa balik ke menu food combining lagi.

Ehm, bdw so far setelah aku mulai sarapan nasi lagi setelah makan buah berat badanku mulai naik lagi, alhamdulillah :)



 

my food combining


Ini menuku untuk bruch kali ini, dada ayam kukus dengan kentang dan sayuran kukus. Untuk dada ayamnya aku iris kotak-kotak dan aku bumbui dengan bawang putih, jahe, merica dan garam, sementara sayuran aku kukus tak terlalu matang.

Sekitar dua minggu terakhir ini aku coba ngikutin foodcombining, bukan yang staight banget sih, cuman ngebanyakin konsumsi buah dan sayuran dan ngurangin konsumsi susu dan nasi putih. Jadi selama beberapa hari terakhir ini makanan harianku terdiri dari:
- air hangat dengan perasan lemon saat bangun tidur
- buah segar untuk sarapan (didominasi oleh pepaya dengan perasan lemon - karna ini yg paling murah -__-)
- buah segar untuk cemilan sebelum makan siang (biasanya pisang)
- nasi coklat dengan lauk sayuran + tahu/tempe/telur (sebisa mungkin cuman direbus, atau ditumis, danmenghindari gorengan)
- buah untuk cemilan sebelum makan malam
- nasi coklat dengan lauk sayuran + tahu/tempe/telur/daging
- banyak-banyak air putih, tapi tidak saat makan

Niatnya sih buat hidup sehat, dan naikin berat badan, tapi dengan nge-skip nasi putih, dan mulai ikut nge-gym semingguan terakhir ini, bukannya naik, tapi berat badan malah turun -___-

Sepertinya salah dalam ngatur pola makan sih, karena sarapanku hanya buah. Padahal setelah aku baca buku the miracle of enzyme, Hiromi Shinya masih mengkonsumsi sarapan nasi coklat yang dicampur biji-bijian dan sayuran kukus, 30-40 menit setelah makan buah.Mungkin juga karena aktivitas latihan di gym membutuhkan banyak kalori dan protein dalam jumlah banyak, sementara sejak foodcombining aku malah mengurangi konsumsi protein dan mayoritas mengkonsumsi buah dan sayuran. Dan, kunci untuk menambah berat badan selain mengatur pola makan, juga mengatur waktu istirahat, yaitu tidur sekitar 7-8 jam setiap malam, nah ini juga aku masih kurang. Well, baru minggu-minggu awal sih, akan nyoba buat mengatur ulang pola makan, ngebalance antara foodcombining dan kebutuhan kalori dan protein untuk bulking, mudah-mudahan bisa berhasil.

p.s. the friend of mine, le little, juga lagi program makanan sehat, coba cek aja ke blognya

 

kado ultah

itu yang ditengah kucel banget sih!

xixixi ternyata masih dapet juga kado ultah dari temen-temen kantor. Kurang surprise sih, soalnya sebelom dikasih udah ada yang keceplosan duluan :D. Thanx ya Nonih, Neli, Ronald, Richard dan Roid buat kadonya, gak sia-sia diskusi buat nentuin kadonya panjang lebar, tau aja aku butuh batre cadangan :D





 

Kawanua

Semingguan main di Manado adalah waktu yang cukup luang untuk mengunjungi tempat-tempat menarik dan mencoba beberapa makanan khas di daerah yang dalam bahasa Minahasa disebut dengan Kawanua ini. Selain Pulau Bunaken yang udah terkenal banget dengan kekayaan spesies karang dan ikannya, masih ada tempat-tempat di Manado dan sekitarnya yang umum dikunjungi oleh wisatawan.

Taman laut Bunaken yang berada di sekitar Pulau Bunaken merupakan area yang menawarkan gugusan karang dengan puluhan atau bahkan ratusan ragam spesies biota laut yang menawan. Untuk mencapai Bunaken dari Kota Manado, tersedia persewaan perahu baik dari pelabuhan Marina ataupun Calaca. Harga sewa kapal di Pelabuhan Marina dengan kapasitas sekitar 15 penumpang dipatok 1 Juta rupiah. Kapal ini akan mengantar pengunjung menuju wilayah Taman Laut Bunaken, dan singgah di Pulau Bunaken. Dari Pelabuhan Calaca selain tersedia kapal yang dapat disewa untuk rombongan ada juga kapal yang dapat dinaiki ketengan dengan tarif sekitar 15 ribu sekali jalan, tetapi kapal ini hanya mengantar penumpangnya menuju pelabuhan di Pulau Bunaken, tak singgah di Taman Laut Bunaken.

Umumnya kapal yang membawa pengunjung dari Kota Manado akan mampir ke Pulau Bunaken sebelum menurunkan penumpangnya di spot-spot snorkeling. Di Pulau Bunaken, selain terdapat kios-kios penjual oleh-oleh berupa kaos dan kain pantai, tersedia juga tempat makan, dan penyewaan peralatan untuk snorkeling.  Sepaket peralatan Snorkeling disewakan dengan harga 150 ribu, 50 ribu untuk wet suit dan 100 ribu untuk snorkel dan kaki katak.


 Jangan tanya soal keindahan taman lautnya, puluhan jenis karang dan ikannya akan membuat mata berbinar-binar karena terpesona. Well, mungkin bagi para penghobi selam ini belum seberapa sih, tapi bagi aku yang jarang-jarang snorkeling melihat jumlah karang dan ikan yang banyak gitu sih udah wow banget. Bagi yang narsis, mas-mas kru kapal gak segan untuk bantuin ambil foto di dalam air dengan background ikan-ikan dan terumbu karang, jika tak membawa kamera air, bisa sewa seharga 350 ribu di tempat penyewaan alat snorkeling Pulau Bunaken.



 Kota Manado yang berhawa panas ini punya beberapa tempat ikon yang biasa jadi objek kunjungan, seperti Boulevard, Klenteng Ban Hin Kiong, Gereja Sentrum, Patung Yesus Memberkati dan Zero Point. Komplek Boulevard yang berada di pinggiran laut merupakan pusat keramaian Kota Manado. Selain pusat bisnis yang berisi jajaran mal dan pertokoan, Boulevard menawarkan tempat makan dan nongkrong dengan pemandangan laut yang ramai di malam hari. Klenteng Ban Hin Kiong merupakan klenteng tertua di Manado, di bangun pada abad 18 klenteng di daerah pecinan ini masih tetap dijaga dan digunakan untuk beribadah. Zero Point merupakan titik nol Manado yang ditandai dengan tugu Zero Point. Tak jauh dari Zero Point, di arah timur terdapat Gereja Sentrum, merupakan salah satu gereja tua di Manado. Di bagian pinggiran kota, tepatnya di area perumahan Citraland, terdapat Monumen Yesus Memberkati yang berdiri di atas bukit. Untuk berkeliling dalam kota Manado terdapat angkutan kota dengan tarif 2 ribu sekali jalan, selain itu terdapat ojek dan taksi meski sedikit susah ditemukan. 

Monumen Yesus Memberkati Citraland
Klenteng Ban hin Kiong
Klenteng Kwan Kong
Gereja Sentrum

Jika suka berwisata kuliner, Manado punya daerah Wakeke sebagai pusat Tinutuan, bubur khas Manado. Selain menyediakan Tinutuan, tempat makan di Wakeke juga umum menyediakan Mie cakalang, baik versi rebus ataupun goreng. Manado yang berlokasi dekat laut juga kaya akan ragam olahan seafood yang biasa disajikan dengan sambal dabu-dabu sebagai sandingan khas. Makanan khas lainnya adalah nasi kuning dengan lauk ikan cakalang, dan Saroja di jalan Diponegoro adalah salah satu warung nasi kuning yang cukup melegenda.

Kepala Ikan Bakar, Nasi Kuning Saroja, Mie Goreng Cakalang, Tude bakar

Selain di Kota Manado, terdapat beberapa tempat di sekitarnya yang tak boleh dilewatkan, seperti Bukit Kasih di Tomohon, Danau Tondano, Pasar Beriman Tomohon dan Tandu Rusa di Bitung. Jika ingin melihat Tarsius, hewan khas Sulawesi Utara ini dapat dijumpai di taman Nasional Tangkoko atau di Tandu Rusa, kedua tempat ini berada di Kabupaten Bitung, sekitar satu jam perjalanan dari Kota Manado.

tarsius, piton, kuskus

Bukit kasih di Tomohon adalah sebuah perbukitan yang memiliki kawah belerang. Selain terdapat Monumen Tugu Toleransi, di puncak bukit terdapat lima tempat ibadah yang dibangun berdampingan sebagai lambang kerukunan beragama. Di setiap titik istirahat sepanjang jalan yang berundak menuju puncak bukit terdapat diorama prosesi penyaliban Yesus, dan pada puncak bukit terdapat juga patung Bunda Maria. Untuk menuju Bukit kasih sepertinya belum bisa menggunakan angkutan umum, karena sepanjang perjalanan dari pusat Kota Tomohon sepertinya tak sempat berpapasan dengan mobil angkutan kota, mungkin selain dengan kendaraan pribadi bisa juga dengan menggunakan jasa ojeg.


Danau Tondano yang terletak terletak tak jauh dari Tomohon biasa dikunjungi untuk bersantap menu makanan ikan di tepi danau. Ikan yang ditawarkan adalah ikan mas dan mujaer yang dipelihara dalam keramba di Danau Tondano, dan yang khas adalah keong danau dan perkedel ikan nike, ikan tawar seukuran teri. 


Jika ingin melihat pasar tradisional dengan dagangan yang khas Minahasa, Pasar Beriman yang terletak di samping terminal bis Tomohon merupakan pilihan yang tepat. Pasar ini terkenal dengan dagangan daging-daging yang tak biasa ditemui di pasar daging daerah lain. Daging hewan yang dijual di Pasar Beriman bisa dibilang ekstrim, meski sebagian besar didominasi oleh penjual daging babi, tapi di sela-selanya terdapat lapak-lapak penjual daging anjing, kelelawar, tikus dan ular. Karena keunikannya Pasar Beriman biasa dikunjungi oleh wisatawan. Jika ingin menggunakan angkutan umum dari Manado, perjalanan menuju Tomohon bisa ditempuh dengan menggunakan bis umum dari Terminal Karombasan dengan tarif 6 ribu rupiah.
anjing, kelelawar (paniki), tikus hutan, ular
terminal karombasan
Restoran Ria Rio Malalayang
Pelabuhan Calaca
Pelabuhan Marina