Aku gak punya Papa, aku gak punya Mama juga, itu yg terpikir ketika sepupuku memanggil orang tuanya dengan sebutan Papa dan Mama. Aku sedih, yang aku tahu aku hanya punya seorang Bapak, seorang Ibuk, seorang Akung dan seorang Ayi. Aku bingung, kenapa sepupuku punya Papa dan Mama, kenapa aku tidak. Aku ceritakan kegundahanku pada Ayi dan akirnya dia memberitahu bahwa aku juga punya Papa, aku juga punya Mama. Ya, aku punya Papa dan Mama, mereka adalah sepasang suami istri adik dari Nenekku. Sebelumnya entah dengan sebutan apa aku memanggil mereka, tapi sekarang aku telah memiliki Papa dan Mama. Tidak hanya Bapak dan Ibu, Akung dan Ayi, tapi sekarang aku juga punya Papa dan Mama.
Tadi adalah hari pertamaku masuk taman kanak-kanak. Aku pergi ke sekolah diantar oleh Papa dan Mama naik sepeda motor. Aku tidak nyaman dengan suasana baru di sekolah, jadi aku minta ditemani mama selama di sekolah. Saat pelajaran aku diminta maju ke depan kelas untuk bernyanyi, aku tidak mau, aku malu, aku menangis. Mama membujukku dan akhirnya aku mau maju ke depan bersamanya. Aku masih malu, aku tidak mau bernyanyi, jadi mama yang menggantikanku bernyanyi. Aku sudah tidak sedih, Papa sudah menghiburku ketika pulang sekolah tadi.
Jam empat sore aku sudah dimandikan oleh Ayi. Setelah semua orang mandi, kami berkumpul di halaman rumah. Aku suka bermain si sore hari bersama keluargaku. Akung membaca Koran dengan kacamatanya sambil merokok dan minum teh. Ayi mengobrol dengan Mama. Aku, Mas Agus dan mbak Lis saling bercerita dan bercanda ditemani Papa. aku suka berputar-putar di tiang bendera. Aku mencengkeramkan tangan kiriku pada tiang bendera, lalu aku mulai berputar-putar mengelilingi tiang bendera sambil berteriak dan mengayunkan tangan kananku. Aku suka rasa berputar-putar itu. aku melihat semua bergerak dengan cepat, angin bertiup di mukaku, tanganku melambai-lambai bebas di udara dan pandanganku yang berputar-putar setelahnya. Tapi Ayi dan Mama menegorku jika aku terlalu lama bermain dengan tiang bendera, kata mereka tiang benderanya bisa patah. Tapi Papa suka melihatku begitu.
Ketika hari mulai gelap dan adzan maghrib telah terdengar kami akan masuk rumah. Aku tidak mau masuk kalau tidak digendong Papa. Aku dipanggul Papa di depan dadanya dan Papa mulai mengayun-ayunku ke kiri dan ke kanan. Rasanya aku akan dilemparnya jauh-jauh ke kiri dan jauh-jauh ke kanan, aku berteriak-teriak dan cekikikan karena seram dan senang. Sambil diayun-ayun Papa sengaja menggesekkan janggutnya pada pipiku. Aku tidak suka gesekkan bekas jenggot yang baru dicukur di pipiku. Tapi Papa terus melakukannya sampai aku tertawa dan menyerah karena geli.
Aku sudah selesai makan malam, tapi aku masih menunggu papa selesai. Setelah selesai makan Papa dan Mama kembali ke rumah mereka. Rumah mereka ada di samping kanan rumah Akung dan Ayi. Aku sudah bersiap-siap dipintu ruang tengah menunggu Papa lewat. Ketika kaki Papa sudah didepanku aku menangkapnya. Aku memeluk erat-erat betis Papa dan duduk di kakinya sambil melingkarkan kedua kakiku di pergelangan kakinya. Papa terus berjalan seolah-olah tidak ada aku yang menempel erat di kaki kirinya. Aku terus menempel di kaki Papa sampai tiba di pintu samping. Papa membujukku untuk melepaskan peganganku dengan berjanji besok sore aku akan digendongnya dan boleh menempel lagi di kakinya.
Papa membuat sowangan besar dari kertas bekas bungkus semen. Sowangan itu mempunyai ekor yang panjang dari kresek berwarna hitam dan putih. Di bagian dekat ekor dipasang seruit dari daun kelapa kering. Sowangan buatan Papa akan diterbangkan di depan rumah sore nanti. Aku berlari sambil membawa sowangan ke tengah lahan perkebunan tebu, melewati bekas pokok-pokok tebu yang sudah hangus terbakar tadi malam. Aku merentangkan sowangan besar itu di depan dadaku. Aku menunggu aba-aba dari Papa sebelum aku melepaskan peganganku. Aku mendengar Papa berteriak dan segera aku lepaskan cengkeramanku. Sowangan itu naik ke langit. Aku melihat ekornya melambai-lambai dan mendengar seruitnya berdengung kencang. Aku suka melihat sowangan yang diterbangkan oleh Papa dan Mas Agus. Aku belum kuat mengendalikan sowangan besar itu, jadi aku hanya melihatnya terbang bersama-sama sowangan lainnya.
Aku tidak sabar menunggu Papa pulang dari mengajar. Aku pengen segera dibuatkan mainan truk kayu seperti punya Mas Agus. Aku mendengar suara sepeda motor Papa. Aku berlari ke rumahnya dan mulai merengek untuk dibuatkan truk. Mama memarahiku karena sudah mengganggu Papa yang baru datang. Aku terus mengikuti Papa mulai dari kamar tidur sampai dapur. Aku terus menunggu di samping Papa yang sedang makan. Setelah selesai makan, aku mengikuti Papa menuju belakang rumah. Aku terus menunggu di sampingnya ketika Papa mulai menggergaji kayu, menghaluskan dan memakunya menjadi truk mainan. Aku senang memiliki truk mainan seperti punya Mas Agus. Trukku tidak sebesar punya Mas Agus, tapi aku masih bisa duduk di atas truk itu. aku duduk di bagian belakang truk dan Mas Agus mulai menarik truk itu dengan tali. Aku terus tertawa dan berteriak selama Mas Agus menarik truk itu di gang samping rumah.
Aku tidak suka pelajaran maetematika, aku lebih suka pelajaran IPA. Tapi hari ini Bu Sri memberi banyak PR soal tambah-tambahan. Aku pergi ke rumah Papa untuk diajari mengerjakan soal hitungan. Papa membantuku menyelesaikan soal tambah-tambahan. Mas Agus sedang menonton tv, aku ikut menonton dan berhenti mengerjakan PR. Papa mulai memarahi dan menjewer kupingku. Aku marah, aku cemberut karena Papa tetap memaksaku untuk menyelesaikan seluruh soal.
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku sedang menonton tv ketika handphoneku bergetar dan memunculkan deretan angka serta tulisan Bokap di layar. Aku hanya bisa diam ketika bapak menyampaikan berita itu. Setelah kemarin sore aku sempat berdoa supaya Allah meringankan cobaan yang diberikanNya pada papa, sepertinya Rabu sore ini Allah mengabulkan doa itu. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun.
Aku hanya bisa berdoa untuk papa, aku tidak punya biaya untuk pulang melihat dan mengantarkan jenazahnya ke liang kubur. Aku hanya bisa berdoa untuk papa, Semoga papa diberi kemudahan di alam kubur dan terhindar dari siksa kubur. semoga papa diberi limpahan nikmat surga, dijauhkan dari jurang neraka.
Maafkan aku yang masih belum membahagiakanmu Pa,
Tadi adalah hari pertamaku masuk taman kanak-kanak. Aku pergi ke sekolah diantar oleh Papa dan Mama naik sepeda motor. Aku tidak nyaman dengan suasana baru di sekolah, jadi aku minta ditemani mama selama di sekolah. Saat pelajaran aku diminta maju ke depan kelas untuk bernyanyi, aku tidak mau, aku malu, aku menangis. Mama membujukku dan akhirnya aku mau maju ke depan bersamanya. Aku masih malu, aku tidak mau bernyanyi, jadi mama yang menggantikanku bernyanyi. Aku sudah tidak sedih, Papa sudah menghiburku ketika pulang sekolah tadi.
Jam empat sore aku sudah dimandikan oleh Ayi. Setelah semua orang mandi, kami berkumpul di halaman rumah. Aku suka bermain si sore hari bersama keluargaku. Akung membaca Koran dengan kacamatanya sambil merokok dan minum teh. Ayi mengobrol dengan Mama. Aku, Mas Agus dan mbak Lis saling bercerita dan bercanda ditemani Papa. aku suka berputar-putar di tiang bendera. Aku mencengkeramkan tangan kiriku pada tiang bendera, lalu aku mulai berputar-putar mengelilingi tiang bendera sambil berteriak dan mengayunkan tangan kananku. Aku suka rasa berputar-putar itu. aku melihat semua bergerak dengan cepat, angin bertiup di mukaku, tanganku melambai-lambai bebas di udara dan pandanganku yang berputar-putar setelahnya. Tapi Ayi dan Mama menegorku jika aku terlalu lama bermain dengan tiang bendera, kata mereka tiang benderanya bisa patah. Tapi Papa suka melihatku begitu.
Ketika hari mulai gelap dan adzan maghrib telah terdengar kami akan masuk rumah. Aku tidak mau masuk kalau tidak digendong Papa. Aku dipanggul Papa di depan dadanya dan Papa mulai mengayun-ayunku ke kiri dan ke kanan. Rasanya aku akan dilemparnya jauh-jauh ke kiri dan jauh-jauh ke kanan, aku berteriak-teriak dan cekikikan karena seram dan senang. Sambil diayun-ayun Papa sengaja menggesekkan janggutnya pada pipiku. Aku tidak suka gesekkan bekas jenggot yang baru dicukur di pipiku. Tapi Papa terus melakukannya sampai aku tertawa dan menyerah karena geli.
Aku sudah selesai makan malam, tapi aku masih menunggu papa selesai. Setelah selesai makan Papa dan Mama kembali ke rumah mereka. Rumah mereka ada di samping kanan rumah Akung dan Ayi. Aku sudah bersiap-siap dipintu ruang tengah menunggu Papa lewat. Ketika kaki Papa sudah didepanku aku menangkapnya. Aku memeluk erat-erat betis Papa dan duduk di kakinya sambil melingkarkan kedua kakiku di pergelangan kakinya. Papa terus berjalan seolah-olah tidak ada aku yang menempel erat di kaki kirinya. Aku terus menempel di kaki Papa sampai tiba di pintu samping. Papa membujukku untuk melepaskan peganganku dengan berjanji besok sore aku akan digendongnya dan boleh menempel lagi di kakinya.
Papa membuat sowangan besar dari kertas bekas bungkus semen. Sowangan itu mempunyai ekor yang panjang dari kresek berwarna hitam dan putih. Di bagian dekat ekor dipasang seruit dari daun kelapa kering. Sowangan buatan Papa akan diterbangkan di depan rumah sore nanti. Aku berlari sambil membawa sowangan ke tengah lahan perkebunan tebu, melewati bekas pokok-pokok tebu yang sudah hangus terbakar tadi malam. Aku merentangkan sowangan besar itu di depan dadaku. Aku menunggu aba-aba dari Papa sebelum aku melepaskan peganganku. Aku mendengar Papa berteriak dan segera aku lepaskan cengkeramanku. Sowangan itu naik ke langit. Aku melihat ekornya melambai-lambai dan mendengar seruitnya berdengung kencang. Aku suka melihat sowangan yang diterbangkan oleh Papa dan Mas Agus. Aku belum kuat mengendalikan sowangan besar itu, jadi aku hanya melihatnya terbang bersama-sama sowangan lainnya.
Aku tidak sabar menunggu Papa pulang dari mengajar. Aku pengen segera dibuatkan mainan truk kayu seperti punya Mas Agus. Aku mendengar suara sepeda motor Papa. Aku berlari ke rumahnya dan mulai merengek untuk dibuatkan truk. Mama memarahiku karena sudah mengganggu Papa yang baru datang. Aku terus mengikuti Papa mulai dari kamar tidur sampai dapur. Aku terus menunggu di samping Papa yang sedang makan. Setelah selesai makan, aku mengikuti Papa menuju belakang rumah. Aku terus menunggu di sampingnya ketika Papa mulai menggergaji kayu, menghaluskan dan memakunya menjadi truk mainan. Aku senang memiliki truk mainan seperti punya Mas Agus. Trukku tidak sebesar punya Mas Agus, tapi aku masih bisa duduk di atas truk itu. aku duduk di bagian belakang truk dan Mas Agus mulai menarik truk itu dengan tali. Aku terus tertawa dan berteriak selama Mas Agus menarik truk itu di gang samping rumah.
Aku tidak suka pelajaran maetematika, aku lebih suka pelajaran IPA. Tapi hari ini Bu Sri memberi banyak PR soal tambah-tambahan. Aku pergi ke rumah Papa untuk diajari mengerjakan soal hitungan. Papa membantuku menyelesaikan soal tambah-tambahan. Mas Agus sedang menonton tv, aku ikut menonton dan berhenti mengerjakan PR. Papa mulai memarahi dan menjewer kupingku. Aku marah, aku cemberut karena Papa tetap memaksaku untuk menyelesaikan seluruh soal.
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku sedang menonton tv ketika handphoneku bergetar dan memunculkan deretan angka serta tulisan Bokap di layar. Aku hanya bisa diam ketika bapak menyampaikan berita itu. Setelah kemarin sore aku sempat berdoa supaya Allah meringankan cobaan yang diberikanNya pada papa, sepertinya Rabu sore ini Allah mengabulkan doa itu. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun.
Aku hanya bisa berdoa untuk papa, aku tidak punya biaya untuk pulang melihat dan mengantarkan jenazahnya ke liang kubur. Aku hanya bisa berdoa untuk papa, Semoga papa diberi kemudahan di alam kubur dan terhindar dari siksa kubur. semoga papa diberi limpahan nikmat surga, dijauhkan dari jurang neraka.
Maafkan aku yang masih belum membahagiakanmu Pa,
Terima kasih atas segalanya, terima kasih Engkau telah menjadi seorang “PAPA”
11 comments:
Sekarang Papa kamu pasti sudah tenang di surga...
Dan beliau pasti bangga kepadamu...
Yg sabar ya...
@riesta : mkasih ya :)
Tak ada pembatas antara hidup dan mati. Semoga dimudahkan,dilancarkan untuk segala urusah akhirat. turut bersedih untukmu,kawan... Renotxa.
Perez, turut berduka ya.. Aku sedih baca ceritamu, kirain ini semacam cerpen, hiks, ternyata beneran ya, huhuuu..
Yg tabah ya Rez, semoga arwah Almarhum Papamu diterima di sisi-Nya, diampuni segala dosa2nya dan diterima segala amal ibadahnya, amin!
Hidup harus terus berjalan, tetap semangat ya! *peluk*
@ notxa & Dian : amin, mkasih ya...aku udah ikhlas koq
yang penting kamu harus iklaaaaas yohohoo semangat ☺
Turut berduka cita yg sedalam2nya, smg Tuhan memberikan ketabahan utk Perez & keluarga, amin...
@ata : iya, aq udah ikhlas koq
@mbak riana : amin, mkasih ya mbak :)
Inalillahi... yg tabah ya rez..
Dear Perez.. Maaf ya aku gak tau sebelumnya.. turut berduka cita.. Eh maaf sekali lagi, Papa ini berarti adik dari nenek kamu kan..? bukan bapak kandung kamu..? Intinya.. Turut berduka cita ya sayang.. *peluk*
@titiw : mkasih ya tiw, iya papa ini sebenernya adek ipar nenekku, cuman kan aku dari kecil ampe sma tinggal ma mereka, jadi lebih deket ke mereka daripada ke bokap nyokapku
Post a Comment